Senin, 30 November 2015

SELALU SAJA SEPERTI INI

Selalu saja aku pendam rasa kecewa.
Di balik senyum, canda, dan tawa.
Agar tak seorang pun dapat melihat.
Seberapa parah luka yang terpahat.
 
Selalu saja aku diam membatu.
Hanya bergelut menghabiskan waktu.
Agar aku bisa kembali tegar.
Dari terkaman takdir yang menggelegar.

Selalu saja aku seperti ini.
Hidup penuh dengan beban nurani.
Tanpa seorang pun yang dapat.
Menyatukan kepingan hati dengan tepat.
 
Bandar Lampung, 30 November 2015.

DALAM SEBUAH PERTEMUAN SINGKAT

Dalam sebuah pertemuan singkat.
Keraguan yang sempat melekat.
Sepenuhnya telah terangkat.
 
Tak ada lagi rasa bimbang.
Secepat kilat langsung tumbang.
Diseret angin dihempas gelombang.
 
Bersama iringan melodi syahdu.
Selat Sunda menjadi pemandu.
Ketika aku melabuhkan rindu.
 
Bandar Lampung, 22 November 2015.

Senin, 16 November 2015

AKU HARUS BERTERUS TERANG

Aku ingin lari ke hutan.
Tetapi takut banyak hambatan.
Aku ingin lari ke gunung.
Tetapi aku bosan termenung.
 

Mengapa tidak berterus terang saja,
Tentang seberkas cahaya setelah senja?

Aku sudah mencoba untuk menghindar.
Sementara cinta ini tidak memudar.

Aku ingin berpura-pura lupa.
Sementara kami baru saja berjumpa.
Mungkin aku harus berterus terang.
Karena kesempatan ini sangatlah jarang.

Bandar Lampung, 16 November 2015.

Seberkas Cahaya Setelah Senja (CAHAYA MAGRIB)

Keraguan yang menyelinap di dalam dada.
Hilang dihempas gelombang Selat Sunda.
Menggenapi persentase kemantapan hati.
Yang kini dianugerahi cinta sejati.


Seberkas cahaya setelah senja.
Menyeruak di hati dengan manja.
Datang menghapus gumpalan kesedihan.
Yang telah lama diam dan tertahan.

Disaksikan bukit-bukit Pulau Andalas.
Aku mencintaimu dengan ikhlas.
Tak ada lagi terselip rasa sangsi.
Untuk mempersuntingmu dengan bait-bait puisi.

Serang – Selat Sunda – Bandar Lampung, 12 – 14 November 2015.

Happy Birthday to Elank Tak Bersayap yang ke-29.
Sebuah kado teristimewa di hari ulang tahunmu, seberkas cahaya setelah senja. Dengan begitu, berakhirlah pula "sumpah" yang pernah kau ucapkan. Kembalilah ke Bahteramu, yang siap mengarungi luasnya samudera tulis menulis!

ANDAI KITA MAMPU MENYETIR TAKDIR

Jika ini adalah amukan sepi.
Tentu rinduku tak akan menepi.
Manakala Jurang-jurang dilema.
Kembali terbuka merusak sukma.


Andai kita mampu menyetir takdir.
Dan menghapus kecewa yang pernah hadir.
Tentu kita kembali merajut asmara.
Yang waktu itu pernah membara.

Di mana pun kini kau berada.
Aku harap cinta tetap di dada.
Meskipun kita lama tak bertemu.
Bulir cinta ini tak akan semu.


Quatrain aabb Transenden (Sajak 4 Seuntai).

Bandar Lampung, 14 Juni 2015.

PENANTIAN PANJANG BERAKHIR SUDAH III

Semua tak pernah berjalan mulus.
Meskipun cintaku begitu tulus.
Sehingga apa yang aku rasa.
Hancur seketika tanpa sisa.

Bara cinta yang lama terpendam.
Kini benar-benar padam.
Cinta yang sempat tertunda.
Tinggalkan duka dalam balada.

Sad ending penantian panjang.
Terlihat jelas dengan mata telanjang.
Sehingga tak ada yang bisa membantu.
Saat udang terjepit di balik batu.


Quatrain aabb Transenden (Sajak 4 Seuntai).

Bandar Lampung, 07 Juni 2015.

Minggu, 17 Mei 2015

PENANTIAN PANJANG BERAKHIR SUDAH II

Bahtera cinta memang telah merapat.
Tetapi bukan di waktu yang tepat.
Sehingga sepucuk pesan.
Gagal mendapat balasan.

Cinta yang sempat tertunda.
Justru kini menyesakkan dada.
Karena kecewa kembali hadir.
Sehingga kegagalan menjadi takdir.

Semoga besok atau lusa.
Aku kembali terbiasa.
Untuk dapat melupakan.
Apa yang seharusnya tidak dipikirkan.


Quatrain aabb Transenden (Sajak 4 Seuntai)

Bandar Lampung, 17 Mei 2015.