Rabu, 19 Februari 2014

JENIS-JENIS PUISI BARU


Aliran Puisi baru tidak sama dengan Aliran Puisi Lama. Mulai dari isi, bentuk, irama, dan sajak yang terdapat dalam puisi baru berubah drastis. Terlebih lagi mengenai isi pada puisi baru, dilukiskan dalam gaya bahasa yang bebas dan lincah.

Berdasarkan jumlah Baris (Larik) dalam setiap baitnya, puisi baru dibagi dalam beberapa bentuk puisi, yaitu:


I.  Sajak dua seuntai disebut Distikon (Distichon)

Distikon adalah sajak yang terdiri atas dua baris (larik) dalam setiap baitnya. Distikon bersajak a-a.
Contoh:

AKU BINATANG JALANG

Kini, aku kembali sendiri.
Tersudut dalam seutas sepi.

Tak ada cinta, tak ada tawa.
Hanya air mata, yang selalu berkata.

Mungkin memang benar.
Apa kata Chairil Anwar.

Aku ini binatang jalang.
Dari kumpulan yang terbuang.

Bandar Lampung, 18 Februari 2014.
(Elank Tak Bersayap)


II. Sajak tiga seuntai disebut terzina

Terzina adalah sajak yang terdiri atas tiga baris (larik) dalam setiap baitnya.. Terzina dapat bersajak a-a-a;  a-a-b; a-b-c; atau a-b-b.
Contoh:

UNTUK APA SEMUA INI?

Untuk apa berkenalan.
Jika hanya jalani pacaran.
Tapi tanpa harapkan pernikahan.

Untuk apa memperdalam agama.
Jika suka bermanis manja.
Dalam malam gelap gulita.

Untuk apa menutup aurat.
Jika diantara ruang bersekat.
Dua insan mengumbar maksiat.

Untuk apa lakukan semua ini.
Jika Surga yang diminati.
Tapi justru Neraka yang menanti.

Bandar Lampung, 19 Februari 2014.
(Elank Tak Bersayap)


III. Sajak empat seuntai disebut Quatrain

Quatrain adalah sajak yang terdiri atas empat baris (larik) dalam setiap baitnya. Quatrain bersajak a-b-a-b,  a-a-a-a, atau  a-a-b-b.
Contoh:

BIDAK CATUR CINTA (Tak Sadar Part XIV)

Tak ubah bermain catur.
Cinta, terkadang buta.
Bertahan dalam tarik ulur.
Dunia, serasa beda.

Benteng, kuda, dan menteri.
Bidak catur yang sejajar.
Layaknya cinta berbuah benci.
Siluet dirimu, yang tak sadar.

Seharusnya tak dipungkiri.
Ratu putih, kini telah tiada.
Cinta, seakan kembali.
Dari hati yang berbeda.

Cinta, bidak catur strategi.
Seperti pion kalahkan raja.
Berharap ini, bukanlah mimpi.
Karna cintamu, yang kudamba...

Bandar Lampung, 18 Januari 2014.
(Elank Tak Bersayap)


IV. Sajak lima seuntai disebut Quint

Quint adalah sajak yang terdiri atas lima baris (larik) dalam setiap baitnya. Quint bersajak  a-a-a-a-a.
Contoh:

HANYA KEPADA TUAN

Satu-satu perasaan
Yang saya rasakan
Hanya dapat saya katakan
kepada Tuan
Yang pernah merasakan

Satu-satu kegelisahan
Yang saya rasakan
Hanya dapat saya kisahkan
kepada Tuan
Yang pernah di resah gelisahkan

Satu-satu desiran
Yang saya dengarkan
Hanya dapat saya syairkan
kepada Tuan
Yang pernah mendengarkan desiran

Satu-satu kenyataan
Yang saya didustakan
Hanya dapat saya nyatakan
kepada Tuan
Yang enggan merasakan

(Or. Mandank)


V. Sajak enam seuntai disebut Sektet (Sextet)

Sektet adalah sajak yang terdiri atas enam baris (larik) dalam setiap baitnya. Sektet mempunyai persajakan yang tidak beraturan. Dalam sektet, pengarangnya bebas menyatakan perasaannya tanpa menghiraukan persajakan atau rima bunyi.
Contoh:

MERINDUKAN BAGIA

Jika hari’lah tengah malam
Angin berhenti dari bernafas
Alam seperti dalam samadhi
Sukma jiwaku rasa tenggelam
Dalam laut tidak terwatas
Menangis hati diiris sedih

(Ipih)

 
VI. Sajak tujuh seuntai disebut septima

Septima adalah sajak yang terdiri atas tujuh baris (larik) dalam setiap baitnya. Sama halnya dengan sektet, persajakan septima tidak berurutan.
Contoh:

API UNGGUN

Diam tenang kami memandang
Api unggun menyala riang
Menjilat meloncat menari riang
Berkilat-kilat bersinar terang
Nyala api nampaknya curai
Hanya satu cita dicapai
Alam nan tinggi, sunyi, sepi

(Intojo)



VII. Sajak delapan seuntai disebut Oktaf (Stanza)

Stanza adalah sajak yang terdiri atas delapan baris (larik) dalam setiap baitnya. Stanza disebut juga oktaf. Persajakan stanza atau oktaf tidak berurutan.
Contoh:

PERTANYAAN ANAK KECIL

Hai kayu-kayu dan daun-daunan!
Mengapakah kamu bersenang-senang?
Tertawa-tawa bersuka-sukaan?
Oleh angin dan tenang, serang?
Adakah angin tertawa dengan kami?
Bercerita bagus menyenangkan kami?
Aku tidak mengerti kesukaan kamu!
Mengapa kamu tertawa-tawa?

Hai kumbang bernyanyi-nyanyi!
Apakah yang kamu nyanyi-nyanyikan?
Bunga-bungaan kau penuhkan bunyi!
Apakah yang kamu bunyi-bunyikan?
Bungakah itu atau madukah?
Apakah? Mengapakah? Bagaimanakah?
Mengapakah kamu tertawa-tawa?

(Mr. Dajoh)


VIII. Sajak empat belas seuntai disebut Soneta


Soneta berasal dari kata Sonetto dalam bahasa Italia yang terbentuk dari kata latin Sono yang berarti ‘bunyi’ atau ‘suara’. Adapun syarat-syarat soneta (bentuknya yang asli) adalah sebagai berikut.
• Jumlah baris ada 14 buah.
• Keempat belas baris terdiri atas 2 buah quatrain dan 2 buah terzina.
• Jadi pembagian bait itu: 2 × 4 dan 2 × 3.
• Kedua buah kuatrain merupakan kesatuan yang disebut stanza atau oktaf.
• Kedua buah terzina merupakan kesatuan, disebut sextet.
• Octav berisi lukisan alam; jadi sifatnya objektif.
• Sextet berisi curahan, jawaban, atau kesimpulan sesuatu yang dilukiskan dalam oktaf; jadi sifatnya subjektif.
• Peralihan dari oktaf ke sektet disebut volta.
• Jumlah suku kata dalam tiap-tiap baris biasanya antara 9 dan 14 suku kata.
• Rumus dan sajaknya a-b-b-a, a-b-b-a, c-d-c, d-c-d.


Tetapi lama kelamaan para pujangga tidak mengikuti syarat-syarat di atas.
Pembagian atas bait-bait, rumus sajak serta hubungan isinya pun mengalami perubahan. Yang tetap dipatuhinya hanyalah jumlah baris yang 14 buah itu saja. Bahkan acapkali jumlah yang 14 baris dirasa tak cukup oleh pengarang untuk mencurahkan angan-angannya. Itulah sebabnya lalu ditambah beberapa baris
menurut kehendak pengarang. Tambahan itu disebut Cauda yang berarti ekor. Karena itu, kini kita jumpai beberapa kemungkinan bagan. Soneta Shakespeare, misalnya mempunyai bagan sendiri mengenai soneta-soneta gubahannya,
yakni:
Pembagian baitnya : 3 × 4 dan 1 × 2.
Sajaknya : a-b-a-b, c-d-c-d, e-f-e-f, g-g.

Demikian pula pujangga lain, termasuk pujangga soneta Indonesia mempunyai
cara pembagian bait serta rumus-rumus sajaknya sendiri.
Contoh:

GEMBALA

Perasaan siapa ta’kan nyala (a)
Melihat anak berlagu dendang (b)
Seorang saja di tengah padang (b)
Tiada berbaju buka kepala (a)
Beginilah nasib anak gembala (a)
Berteduh di bawah kayu nan rindang (b)
Semenjak pagi meninggalkan kandang (b)
Pulang ke rumah di senja kala (a)
Jauh sedikit sesayup sampai (a)
Terdengar olehku bunyi serunai (a)
Melagukan alam nan molek permai (a)
Wahai gembala di segara hijau (c)
Mendengarkan puputmu menurutkan kerbau (c)
Maulah aku menurutkan dikau (c)

(Muhammad Yamin, SH.)



“Semoga Bermanfaat”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar