Aliran Puisi baru tidak sama dengan Aliran Puisi Lama. Mulai dari isi, bentuk, irama, dan sajak yang terdapat dalam puisi baru berubah drastis. Terlebih lagi mengenai isi pada puisi baru, dilukiskan dalam gaya bahasa yang bebas dan lincah.
Berdasarkan jumlah Baris (Larik) dalam setiap
baitnya, puisi baru dibagi dalam beberapa
bentuk puisi, yaitu:
I. Sajak dua seuntai
disebut Distikon (Distichon)
Distikon adalah sajak yang
terdiri atas dua baris (larik) dalam setiap baitnya. Distikon bersajak a-a.
Contoh:
AKU BINATANG JALANG
Kini,
aku kembali sendiri.
Tersudut dalam seutas sepi.
Tak ada cinta, tak ada tawa.
Hanya air mata, yang selalu berkata.
Mungkin memang benar.
Apa kata Chairil Anwar.
Aku ini binatang jalang.
Dari kumpulan yang terbuang.
Tersudut dalam seutas sepi.
Tak ada cinta, tak ada tawa.
Hanya air mata, yang selalu berkata.
Mungkin memang benar.
Apa kata Chairil Anwar.
Aku ini binatang jalang.
Dari kumpulan yang terbuang.
Bandar
Lampung, 18 Februari 2014.
(Elank Tak
Bersayap)
II. Sajak tiga seuntai
disebut terzina
Terzina adalah sajak yang terdiri atas tiga baris (larik) dalam setiap baitnya.. Terzina dapat bersajak a-a-a; a-a-b; a-b-c; atau a-b-b.
Contoh:
UNTUK APA SEMUA INI?
Untuk
apa berkenalan.
Jika hanya jalani pacaran.
Tapi tanpa harapkan pernikahan.
Untuk apa memperdalam agama.
Jika suka bermanis manja.
Dalam malam gelap gulita.
Untuk apa menutup aurat.
Jika diantara ruang bersekat.
Dua insan mengumbar maksiat.
Untuk apa lakukan semua ini.
Jika Surga yang diminati.
Tapi justru Neraka yang menanti.
Jika hanya jalani pacaran.
Tapi tanpa harapkan pernikahan.
Untuk apa memperdalam agama.
Jika suka bermanis manja.
Dalam malam gelap gulita.
Untuk apa menutup aurat.
Jika diantara ruang bersekat.
Dua insan mengumbar maksiat.
Untuk apa lakukan semua ini.
Jika Surga yang diminati.
Tapi justru Neraka yang menanti.
Bandar
Lampung, 19 Februari 2014.
(Elank Tak
Bersayap)
III. Sajak empat seuntai disebut Quatrain
Quatrain
adalah sajak yang terdiri atas empat baris (larik) dalam setiap baitnya. Quatrain
bersajak a-b-a-b, a-a-a-a,
atau a-a-b-b.
Contoh:
BIDAK CATUR CINTA (Tak Sadar Part XIV)
Tak
ubah bermain catur.
Cinta, terkadang buta.
Bertahan dalam tarik ulur.
Dunia, serasa beda.
Benteng, kuda, dan menteri.
Bidak catur yang sejajar.
Layaknya cinta berbuah benci.
Siluet dirimu, yang tak sadar.
Seharusnya tak dipungkiri.
Ratu putih, kini telah tiada.
Cinta, seakan kembali.
Dari hati yang berbeda.
Cinta, bidak catur strategi.
Seperti pion kalahkan raja.
Berharap ini, bukanlah mimpi.
Karna cintamu, yang kudamba...
Cinta, terkadang buta.
Bertahan dalam tarik ulur.
Dunia, serasa beda.
Benteng, kuda, dan menteri.
Bidak catur yang sejajar.
Layaknya cinta berbuah benci.
Siluet dirimu, yang tak sadar.
Seharusnya tak dipungkiri.
Ratu putih, kini telah tiada.
Cinta, seakan kembali.
Dari hati yang berbeda.
Cinta, bidak catur strategi.
Seperti pion kalahkan raja.
Berharap ini, bukanlah mimpi.
Karna cintamu, yang kudamba...
Bandar
Lampung, 18 Januari 2014.
(Elank Tak
Bersayap)
IV. Sajak lima seuntai disebut Quint
Quint
adalah sajak yang terdiri atas lima baris (larik) dalam setiap baitnya. Quint
bersajak a-a-a-a-a.
Contoh:
HANYA
KEPADA TUAN
Satu-satu
perasaan
Yang saya
rasakan
Hanya
dapat saya katakan
kepada
Tuan
Yang
pernah merasakan
Satu-satu
kegelisahan
Yang saya
rasakan
Hanya
dapat saya kisahkan
kepada
Tuan
Yang
pernah di resah gelisahkan
Satu-satu
desiran
Yang saya
dengarkan
Hanya
dapat saya syairkan
kepada
Tuan
Yang
pernah mendengarkan desiran
Satu-satu
kenyataan
Yang saya
didustakan
Hanya
dapat saya nyatakan
kepada
Tuan
Yang
enggan merasakan
(Or.
Mandank)
V. Sajak enam seuntai disebut Sektet (Sextet)
Sektet adalah sajak yang terdiri
atas enam baris
(larik) dalam setiap baitnya. Sektet
mempunyai persajakan yang tidak beraturan. Dalam sektet, pengarangnya bebas
menyatakan perasaannya tanpa menghiraukan persajakan atau rima bunyi.
Contoh:
MERINDUKAN
BAGIA
Jika
hari’lah tengah malam
Angin
berhenti dari bernafas
Alam
seperti dalam samadhi
Sukma
jiwaku rasa tenggelam
Dalam laut
tidak terwatas
Menangis
hati diiris sedih
(Ipih)
VI. Sajak tujuh seuntai disebut septima
Septima adalah sajak yang terdiri
atas tujuh baris
(larik) dalam setiap baitnya. Sama
halnya dengan sektet, persajakan septima tidak berurutan.
Contoh:
API
UNGGUN
Diam
tenang kami memandang
Api unggun
menyala riang
Menjilat
meloncat menari riang
Berkilat-kilat
bersinar terang
Nyala api
nampaknya curai
Hanya satu
cita dicapai
Alam nan
tinggi, sunyi, sepi
(Intojo)
VII. Sajak delapan seuntai disebut Oktaf (Stanza)
Stanza adalah sajak yang terdiri
atas delapan baris
(larik) dalam setiap baitnya. Stanza
disebut juga oktaf. Persajakan stanza atau oktaf tidak berurutan.
Contoh:
PERTANYAAN
ANAK KECIL
Hai
kayu-kayu dan daun-daunan!
Mengapakah
kamu bersenang-senang?
Tertawa-tawa
bersuka-sukaan?
Oleh angin
dan tenang, serang?
Adakah
angin tertawa dengan kami?
Bercerita
bagus menyenangkan kami?
Aku tidak
mengerti kesukaan kamu!
Mengapa
kamu tertawa-tawa?
Hai
kumbang bernyanyi-nyanyi!
Apakah
yang kamu nyanyi-nyanyikan?
Bunga-bungaan
kau penuhkan bunyi!
Apakah
yang kamu bunyi-bunyikan?
Bungakah
itu atau madukah?
Apakah?
Mengapakah? Bagaimanakah?
Mengapakah
kamu tertawa-tawa?
(Mr.
Dajoh)
VIII. Sajak empat belas seuntai disebut Soneta
Soneta berasal dari kata Sonetto dalam bahasa
Italia yang terbentuk dari kata latin Sono yang berarti ‘bunyi’
atau ‘suara’. Adapun syarat-syarat soneta (bentuknya yang asli) adalah sebagai
berikut.
• Jumlah baris ada 14
buah.
• Keempat belas baris
terdiri atas 2 buah quatrain dan 2 buah terzina.
• Jadi pembagian bait
itu: 2 × 4 dan 2 × 3.
• Kedua buah kuatrain
merupakan kesatuan yang disebut stanza atau oktaf.
• Kedua buah terzina
merupakan kesatuan, disebut sextet.
• Octav berisi lukisan
alam; jadi sifatnya objektif.
• Sextet berisi curahan, jawaban,
atau kesimpulan sesuatu yang dilukiskan dalam oktaf; jadi sifatnya subjektif.
• Peralihan dari oktaf ke sektet
disebut volta.
• Jumlah suku kata dalam tiap-tiap
baris biasanya antara 9 dan 14 suku kata.
• Rumus dan sajaknya a-b-b-a, a-b-b-a, c-d-c, d-c-d.
Tetapi lama kelamaan para pujangga tidak
mengikuti syarat-syarat di atas.
Pembagian atas bait-bait, rumus
sajak serta hubungan isinya pun mengalami perubahan. Yang tetap dipatuhinya
hanyalah jumlah baris yang 14 buah itu saja. Bahkan acapkali jumlah yang 14
baris dirasa tak cukup oleh pengarang untuk mencurahkan angan-angannya. Itulah
sebabnya lalu ditambah beberapa baris
menurut kehendak pengarang. Tambahan
itu disebut Cauda yang berarti ekor. Karena itu, kini kita jumpai
beberapa kemungkinan bagan. Soneta Shakespeare, misalnya mempunyai bagan
sendiri mengenai soneta-soneta gubahannya,
yakni:
Pembagian baitnya : 3 × 4 dan 1 × 2.
Sajaknya : a-b-a-b, c-d-c-d,
e-f-e-f, g-g.
Demikian pula pujangga lain, termasuk
pujangga soneta Indonesia mempunyai
cara pembagian bait serta
rumus-rumus sajaknya sendiri.
Contoh:
GEMBALA
Perasaan siapa
ta’kan nyala (a)
Melihat anak
berlagu dendang (b)
Seorang saja di
tengah padang (b)
Tiada berbaju
buka kepala (a)
Beginilah nasib
anak gembala (a)
Berteduh di
bawah kayu nan rindang (b)
Semenjak pagi
meninggalkan kandang (b)
Pulang ke rumah
di senja kala (a)
Jauh sedikit
sesayup sampai (a)
Terdengar
olehku bunyi serunai (a)
Melagukan alam
nan molek permai (a)
Wahai gembala
di segara hijau (c)
Mendengarkan
puputmu menurutkan kerbau (c)
Maulah aku
menurutkan dikau (c)
(Muhammad
Yamin, SH.)
“Semoga Bermanfaat”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar